Oleh
Yopi Setia Umbara
Indonesia kehilangan lagi putera terbaiknya
untuk bidang drama.
Seminggu sebelum Nandang Aradea menderita
pecah pembuluh darah dan dinyatakan mengalami pendarahan di otak (10/10/2013),
saya diminta untuk mengetik ulang naskah-naskah artikelnya yang dipublikasikan
di berbagai media massa.
Pada saat mulai mengetik ulang naskah (berupa
fotokopi kliping surat kbar) bersama Edwar Maulana, saya mendapat berita bahwa
ia masuk Rumah Sakit Sari Asih (RSSA), Serang, Banten (12/102013). Hari ini
(12/10/2013) kabar duka itu pun tiba. Pada pukul 15.40 WIB ia dinyatakan
meninggal di rumah sakit yang sama.
Namun demikian, pengetikan ulang naskah
esainya akan tetap kami selesaikan. Semoga kelak naskah ini menjadi salahsatu
dokumentasi literasi yang tetap bisa dibaca oleh masyarakat.
Nandang Aradea dilahirkan di Ciamis, Jawa
Barat, 5 Juli 1971. Lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Bandung
ini, sempat pula mengikuti kuliah program magister pada fakultas penyutradaraan
di Russian Academy of The Theatre Art (GITIS), Moskow, Rusia.
Ia adalah pengajar drama di Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)
Banten. Ia dikenal sangat akrab dengan mahasiswa sehingga anak didiknya tidak
segan menganggapnya kawan, bukan sekadar dosen.
Ia mulai mengenal dunia drama sejak masih
menjadi mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP
Bandung (sekarang UPI). Di sana ia bergabung dengan UKM Teater Mahasiswa IKIP
Bandung (kini Lakon Teater) sejak tahun 1990, dimana ia sempat ditunjuk menjadi
ketua teater kampus IKIP Bandung yang selanjutnya ikut menggagasi pendiriaan
Mainteater Bandung.
Pilihannya terjun ke dunia teater tidak
setengah-setengah, bahkan sampai-sampai skripsinya pun bicara keaktoran. Banyak
aktor terkenal di Indonesia pernah diwawancarai mengenai ikhwal proses kreatif
mereka.
Pada Tahun 1995, ia terpilih sebagai wakil
aktivis teater kampus untuk Indonesia dalam The Festival of Australian Student
Theatre (FAST) di Latrobe University, Melbourne, Australia. Tahun 1998 ia
hijrah dari Bandung ke Banten, sejak saat itu menjadi pengajar di Untirta dan
mendirikan teater kampus bernama Teater Kafe Ide yang didirikannya bersama Wan
Anwar.
Tahun 2002-2006 bekerja di Moskow, Rusia.
Selama di Moskow, ia mengikuti berbagai pelatihan teater terutama pada The
Chekhov International Theater ke IV, Olimpiade Teater Dunia I (2001) dan The
Chekhov Internasional Theater Festival V (2003). Sekembalinya ke Indonesia, ia
mendirikan sebuah grup “teater profesional”, Teater Studio Indonesia.
Malah, pada hari ia dilarikan ke RSSA ia
tengah mengawal proses garapan TSI, yaitu Overdose:Psycho-Catastrophe
karyanya sendiri yang akan dipentaskan di Festival Tokyo 13 Jepang pada 9
November 2013 mendatang.
Seniman teater yang juga aktif memberikan
workshop teater di berbagai komunitas ini juga rajin menulis artikel teater di
berbagai surat kabar lokal dan nasional. Artikel-artikel inilah yang sedang diketik
ulang. Ia berharap warisan artikelnya tersebut bisa mewujud sebuah buku.
Kabar duka itu memang terlalu cepat. Selama
beberapa tahun terakhir ia kerap melakukan cuci darah untuk pengobatan gagal
ginjal yang dideritanya. Meski ia mengidap gagal ginjal, ia bukanlah orang yang
pesimistis. Bahkan ia tidak pernah mengeluhkan sakitnya. Ia justru mencurahkan
pikirannya untuk berkarya dan bekerja keras. Sebagai pengajar dan seniman ia sangat
patut diteladani.
Selamat jalan Nandang Aradea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar