16 Mei 2013

Di Bawah Pohon Nangka Kali Cempaka


Cerpen Yopi Setia Umbara
Di Bawah Pohon Nangka Kali Cempaka

Di bawah pohon nangka kali Cempaka, setiap hari Mak Iyum menjajakan dagangannya. Usianya kira-kira enam puluhan tahun. Sehari-hari ia ditemani oleh Nuroni,  anak semata wayangya. Di lapak itu mereka menjajakan nasi dengan berbagai lauk, gorengan juga kue-kue, kopi serta minuman ringan lainnya.

Langganan Mak Iyum adalah orang-orang yang punya urusan dengan Gedung-gedung tinggi yang mengepung kali Cempaka. Mulai dari pegawai bank, petugas kebersihan, penjaga toko, satpam, supir bajaj, sampai tukang ojeg. Tidak heran memang kalau orang-orang itu memilih tempatnya. Alasannya sederhana, murah.

Aku adalah salahseorang langganan Mak Iyum. Setiap pagi aku membeli sarapan dari lapaknya. Biasanya aku membungkus nasi dan lauk yang kubeli di sana untuk dimakan di kantor. Namun, karena rekanku sedang ada urusan ke luar kota, aku tak punya teman makan. Maka, aku memilih makan di luar. Sebab, rekan-rekanku yang lain biasanya sudah sarapan di rumah masing-masing. Maklumlah, aku dan kawanku masih bujangan. Sedangkan yang lain sudah berkeluarga, jadi hidup mereka sudah agak tertib.

Pagi ini aku sarapan dengan lauk sayur toge dan telor ceplok plus sambal. Aku duduk pada sebuah bangku panjang, makan sambil menenteng piring, karena memang tidak tersedia meja di lapak Mak Iyum. Makan di sana nikmat bukanlah tujuan, tetapi bagaimana caranya dari pagi sampai sore tak kelaparan.

Satu-satunya pohon nangka di tepi kali Cempaka yang aku lihat itu tampak sedang subur. Di beberapa cabang dahannya bergelantungan buahnya yang masih muda. Daun-daunnya yang cukup lebar mampu menahan bias sinar matahari tak langsung memburu tubuhku. Berada di bawahnya terasa teduh.

Angin masih berhembus cukup segar, walau hawa gerah mulai sedikit terasa. Bagiku berteduh di bawah pohon nangka lebih baik daripada seharian di dalam ruangan ber-ac. Bisa-bisa aku terkena reumatik kalau kelamaan kena ac.

Tapi, ada yang mengganggu memang kalau terlalu lama diam di bawah pohon nangka tersebut. Adalah bau kali cempaka. Bau busuknya memang tidak begitu kuat. Akan tetapi, kalau kita berada di sana lebih dari lima belas menit baru tercium. Perlahan-lahan penciuman kita akan menghirup sendiri bau busuk yang menguap dari kali.

Entah di mana hulu kali Cempaka ini. Begitu juga entah di mana ia berakhir.  Lebar kali kira-kira lima meter. Tentu saja air yang mengalirinya tidaklah bening. Ia lebih menyerupai saluran yang mengalirkan nanah di tengah kota.

Ajaibnya, pohon nangka itu tetap hidup bahkan berbuah. Begitu juga dengan orang-orang yang betah berlama-lama di tepi kali. Apalagi Mak Iyum yang mungkin telah bertahun-tahun membuka lapaknya di situ.

Jakarta, Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar