16 Juni 2013

Open Studio transit #2

Open Studio transit #2
Oleh Yopi Setia Umbara

Memasuki ruang seni rupa atau katakanlah pameran seni rupa di sebuah galeri seringkali saya cuma bisa tertegun atau menggeleng-gelengkan kepala. Setiap kali melihat karya seni rupa saya hanya mampu terpukau, kadang tidak mengerti sama sekali, padahal sudah dibantu dengan catatan kuratorial. Kekuatan visual yang saya tangkap acap kali menghipnotis lantas menggiring saya kepada realitas imaji yang disajikan secara artistik. Hanya sebatas itu.

Kali ini saya mencoba untuk menerabas ruang yang mengungkung diri saya selama ini. Saya akan berargumentasi mengenai sebuah peristiwa seni rupa supaya tidak kurung batokeun. Bagi saya sendiri tulisan ini menerabas kebiasaan menuliskan tema-tema yang sering saya tulis. Biasanya, saya hanya menulis berkisar di ruang sastra atau pertunjukan drama
karya Arman Jamparing

Kebetulan ada seorang kawan saya yang sedang menjadi peserta residensi transit #2 di Bale Tonggoh Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Adalah Arman Jamparing, seniman yang dikenal baong dan gemar menumpahkan ekspresi kritisnya di ruang publik kota Bandung, seperti dinding-dinding gedung, trotoar jalan, bahkan “mengganggu” papan reklame dengan cat semprot atau malah cat tembok.

Atas undangan Arman Jamparing untuk melihat kegiatan residensi di Bale Tonggoh SSAS tersebut saya pun kemudian mengunjunginya bersama kawan saya Yussak Anugrah pada Selasa, 4 Juni 2012. Kami lantas diperkenalkan kepada tiga seniman lain yang merupakan peserta transit #2. Mereka adalah Iwan Yusuf, Rio Sigit Baskoro, dan Claudia Dian. 

Perkenalan yang bagi saya bukan sekadar perkenalan. Momen tersebut seolah-olah kembali membuka mata saya akan geliat seni rupa. Betapa masifnya semangat mereka (pelaku seni rupa) dan seiring dengan dukungan nyata, seperti dilakukan oleh SSAS yang notabene dikelola di bawah arahan maestro Sunaryo. 

Penyelenggaraan transit #2 kali ini merupakan kelanjutan transit (pertama) yang diinisiasi oleh SSAS pada tahun 2011. Lantas dirancang sebagai kegiatan reguler dua tahunan. Seperti namanya, transit, program residensi ini diharapkan menjadi semacam persinggahan bagi seniman-seniman terpilih menuju proses kekaryaan yang lebih kaya dan eksploratif.

Uniknya pada transit #2 ini keempat seniman yang menjadi peserta residensi memiliki latar belakang dan modus berkarya yang berbeda-beda. Fakta yang tentu saja menjadi kekayaan artistik tersendiri bagi transit #2. Betapa keempat seniman yang menjalani residensi tersebut memiliki integritas artistik dan kegilaan tersendiri. Setiap studio yang jadi ruang tapa keempat seniman tersebut menarasikan otentisitas karya yang lahir dari kekeraskepalaan mereka masing-masing.

Arman Jamparing misalnya, seperti telah saya singgung di atas, seorang seniman ruang publik asal Bandung yang gandrung menginterupsi masyarakat juga penguasa dengan slogan-slogan kritisnya di jalanan lantas mesti berkarya di sebuah studio. Bagi saya rada-rada geli sebenarnya. Namun, rupanya ia mampu menyiasati isi kepalanya yang subversif. 

Meski konsekuensinya adalah pengelola Bale Tonggoh dibuat stres oleh seniman yang dikenal juga dengan taging Act Move ini. Betapa tidak stres, papan display putih bersih dan beberapa tembok di sekitar Bale Tonggoh justru ia hajar menjadi medianya untuk berkarya. Dominasi stensil menggunakan cat semprot membuat studio seni yang pada umumnya berkesan ekslusif, diadaptasi seakan-akan ruang publik yang sangat terbuka. Di ruang seni seperti ini justru ia leluasa untuk mengkritisi institusi seni. Edan.

karya Iwan Yusuf
Wajah manusia barangkali menjadi kegelisahan tersendiri bagi Iwan Yusuf. Seniman asal Malang ini, yang menurut catatan kuratorial Open Studio transit #2 oleh Chabib Duta Hapsoro, dikenal memiliki pendekatan hiperealis dengan pokok soal potret. Kegilaannya terhadap wajah manusia membuatnya terobsesi untuk melukis sebuah potret manusia melampaui citraan fotografis. Atau dengan kata lain, apapun media yang diberikan kepadanya, hasilnya adalah wajah manusia.

Pada residensi di Bale Tonggoh kali ini, Iwan tengah mengeksplorasi material kawat kasa untuk menghasilkan citraan piksel. Wajah manusia adalah pokok soal garapannya. Nyelenehnya adalah ia mengolah tema mata juling pada wajah-wajah manusia. Rekaman kondisi psikologis terdalam manusia bermata juling tampak coba diartikulasikan olehnya di atas kawat kasa yang di antaranya disusun dari tetesan cat minyak dengan intens.

karya Rio Sigit Baskoro
Sementara itu, Rio Sigit Baskoro seniman asal Yogyakarta yang cenderung realis begitu khusyuk mendiagnosa wabah konsumerisme yang menjangkit kehidupan manusia. Pokok soal yang diintiminya adalah mall. 

Persoalan yang mengganggu isi kepalanya ia sajikan melalui latar belakang sketsa sekaligus menampilkan citraan realis pada potongan kertas foto yang disalin ke dalam lukisan lalu ditempelkan menggunakan selotip di atas sketsa itu sendiri. Sederhananya, ia merepresentasikan kedua konsep tersebut secara bertumpuk. Saya  menangkap representasinya sebagai teror konseptual.

Sedangkan Claudia Dian, seniman asal Bandung dan satu-satunya peserta perempuan di transit #2, tampak anteng membuat drawing tulang punggungnya sendiri menggunakan mata ballpoint dengan teknik pointilis. Citraan drawing yang sedang dikerjakannya dirangkai dari titik-titik mata ballpoint seperti seseorang sedang berdzikir. Oleh karena itu, teknik tersebut memungkinkannya mencapai kesadaran transenden pada titik tertentu.

karya Claudia
Pemilihan organ tubuh, dalam karya ini tulang punggungnya sendiri, bukan tanpa alasan. Bermula dari seri Spiritualitas Rangka yang dibuat dengan material cat air di atas kertas, karya tersebut mewakili pemahaman spiritualnya. Bahwa, tulang memiliki sifat keilahian karena tulang adalah organ yang paling lama mengalami penguraian pada jasad mahluk hidup ketika ia sudah mati.

Proses empat seniman yang tengah melakukan residensi transit #2 di Bale Tonggoh ini bisa dilihat secara langsung oleh masyarakat pada Open Studio, 15-16 Juni 2013. Kegiatan Open Studio ini merupakan kesempatan para seniman residen untuk berdiskusi dengan seniman, kurator, kritikus, mahasiswa, dan publik seni seni mengenai proses mereka. Hasil akhir dari transit #2 ini adalah pameran bersama yang rencananya akan diselenggarakan pada bulan November 2013 di SSAS.

2 komentar: